Surat-surat yang kehilangan tujuan #1

Sunday, September 09, 2018


Bali, Agustus 2017

Halo, kamu yang hilang dimakan angin.
Apa kabar?
Cukup aneh rasanya mengetikkan ini ketika aku tahu bahwa yang aku tulis tidak akan pernah kamu baca.
Biarkan aku menarik nafas dalam-dalam terlebih dahulu sebelum melanjutkan tulisan ini. Sebab ini berat untukkumeskipun masih lebih berat hari-hari yang aku lalui tanpa kehadiranmu lagi.
Tahu apa yang lebih sulit daripada menerima? yaitu melepaskan apa yang belum sempat digenggam sama sekali. Seperti menatap bayang-bayang di kegelapan malam, alias nggak nyata. Karena kenyataannya kamu adalah hampir yang hanya mampir.

Ketidakhadiranmu membuatku mengulang adaptasi dengan keadaan yang baru, dan aku sedang berusaha untuk itu. Menyimpan rapat-rapat segudang cerita yang merengek untuk disampaikan, pikiran-pikiran sederhana yang minta didiskusikan, serta menahan rindu yang meronta untuk dilepaskan.
Tidakkah kamu merasakan hal yang sama dari jarak 1400 km di sana?
Aah, ngomong-ngomong soal jarak. Apa yang salah dengan jarak? bagi ku, itu hanyalah angka di atas peta. Dan aku tidak benar-benar peduli, sungguh. Jarak itu baik, dia yang menyadarkanku bahwa aku membutuhkanmu. Tiada satu hari pun aku tunggu tanpa pesan singkat darimujika kamu ingin tahu.
Salahkan aku yang mempunyai ingatan tajam jika itu menyangkut perasaan, segala yang kamu katakan satu tahun lalu masih teringat dengan jelas, dan hati menanti untuk menjadi nyata. Iya.. nyata untuk menjadi sebuah omong kosong alias basa basi. Ekspektasiku terlalu tinggi tentang kamu, berharap kamu menepati semua janji itu. Aku pikir, kamu tidak akan pergi. 

Hey, tidakkah kamu ingin berkeliling denganku? Biarkan aku mengenalkanmu dengan tempat-tempat asing yang baru aku datangi. Agar kamu pun merasa apa yang aku rasakan sekarang. Aku ingin bercerita tentang kedai kopi yang singgahi siang tadi, tentang aku yang kebosanan menunggu  sarbagita, tentang hari pertamaku menjadi mahasiswa, atau tentang aku yang seorang diri mendengarkan ombak di pantai sambil menunggu matahari menghilangdalam diam menaruh harap ditemani kamu.

Aku ingin kamu menjadi orang pertama yang mendengar cerita serta keluh kesahku. Namun, aku menyadari bahwa aku bukan orang yang ingin kamu dengarkan ceritanya.

Segera kembali lah, sebelum rasa ini pudar ditelan semesta.



dari aku,
yang katamu mataharimu.

You Might Also Like

0 Comments